Fotografi berasal dari kata ‘photos’ berarti cahaya, dan ‘graphos’
berarti menggambar yaitu bagaimana kita menggambar menggunakan cahaya. Sebuah
karya foto tidak dapat dihasilkan tanpa menggunakan
cahaya. Pembentukan gambar
mati tersebut melalui
suatu media disebut kamera. Alat ini mendistribusikan cahaya ke suatu
bahan yang sensitif (peka) terhadap
cahaya disebut negatif
atau film. Sebenarnya
pengertian fotografi tidak
hanya terbatas dari definisi kata per kata, tetapi dalam cakupan lebih
luas lagi dapat fotografi diartikan sebagai suatu proses pengambilan gambar
dengan media kamera, penciptaan gaya,
teknik kemudian mengubahnya dalam sebuah gambar.
Melihat pengertian tersebut terlihat ada persamaan antara fotografi dan
karya seni lukis atau menggambar. Yang jelas perbedaannya terletak pada media
yang digunakannya. Bila dalam seni lukis yang dipakai gambar dengan menggunakan
media warna (cat), kuas dan kanvas. Sedangkan dalam fotografi menggunakan
cahaya yang dihasilkan lewat kamera. Tanpa adanya cahaya yang masuk dan terekam
di dalam kamera, sebuah karya seni fotografi tidak akan tercipta.
Selain itu, adanya film yang terletak di dalam kamera menjadi media
penyimpan cahaya tersebut. Film yang berfungsi untuk merekam gambar tersebut
terdiri dari sebuah lapisan tipis, lapisan itu mengandung emulsi peka di atas
dasar yang fleksibel dan transparan. Emulsi mengandung zat perak halida, yaitu
suatu senyawa kimia yang peka cahaya yang menjadi gelap jika terekspos oleh
cahaya. Ketika film secara selektif terkena cahaya yang cukup maka sebuah
gambar tersembunyi akan terbentuk. Tentunya gambar tersebut akan terlihat jika
film yang telah digulung ke dalam selongsongnya kemudian dicuci dengan proses
khusus.
Aktivitas berkreasi dengan cahaya tersebut tentunya sangat berhubungan
dengan pelakunya (subjek) dan objek yang akan direkam. Setiap pemotret
mempunyai cara pandang yang berbeda tentang
kondisi cuaca, pemandangan
alam, tumbuhan, kehidupan
hewan serta aktivitas manusia ketika melihatnya di balik
lensa kamera. Cara memandang atau persepsi inilah yang kemudian direfleksikan
lewat bidikan kamera. Hasilnya sebuah karya foto yang merupakan hasil ide atau
konsep dari si pembuat foto.
Andreas Feininger (1955) pernah menyatakan bahwa "kamera hanyalah sebuah
alat untuk menghasilkan "karya seni". Nilai lebih dari karya seni itu
dapat tergantung dari orang yang mengoperasikan kamera tersebut. Tampaknya
ungkapan Feininger ada benarnya. Bila kamera diumpamakan sebagai gitar,
tentunya setiap orang bisa memetik dawai gitar tersebut. Tapi belum tentu mampu
memainkan lagu yang indah dan enak didengar. Begitu halnya dengan kamera,
setiap orang dapat saja menjeprat-jepret dengan kamera untuk menghasilkan
sebuah objek foto, tapi tidak semua orang yang mampu memotret itu menghasilkan
karya imaji yang mengesankan. Sebuah foto yang sarat akan nilai dibalik guratan
warna dan komposisi gambarnya. Bila sebuah karya foto adalah hasil kreativitas
dari si pemotret, tentu saja ada respon dari orang yang memandangnya. Almarhum
Kartono Ryadi, fotografer kawakan di negeri ini pernah berkomentar, bahwa foto
yang bagus adalah foto yang mempunyai daya kejut dari yang lain.
Menurut dia foto yang bagus adalah foto yang informatif yang mencakup
konteks, content, dan komposisi (tata letak dan pencahayaan). Maksud dia,
konteks berarti ada hal yang ingin divisualkan
dengan jelas, misalnya
tentang pemandangan. Di
sisi lain, istilah
content maksudnya apa yang ingin ditampilkan untuk memenuhi konteks
gambar tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar